Informed Refusal: Hak Pasien untuk Menolak Tindakan Medis

Ilustrasi pasien menolak prosedur medis setelah konsultasi dengan dokter.
Ilustrasi pasien menolak prosedur medis setelah konsultasi dokter - Integra Justitia Mundi

Apakah pasien punya hak untuk menolak tindakan medis? Banyak orang mengira bahwa ketika sudah masuk rumah sakit, semua prosedur harus diikuti. Padahal, hukum di Indonesia memberikan hak kepada pasien untuk berkata “tidak” terhadap tindakan medis tertentu.

Hak ini dikenal dengan istilah Informed Refusal. Artikel ini akan membahas pengertiannya, dasar hukumnya, prosedur yang benar, serta risiko hukum jika ditolak tanpa dasar yang jelas.

Apa Itu Informed Refusal?

Informed Refusal adalah hak pasien untuk menolak tindakan medis setelah menerima informasi lengkap dari tenaga medis tentang:
✔ Diagnosis penyakit
✔ Rencana tindakan medis yang disarankan
✔ Risiko jika tindakan dilakukan
✔ Risiko jika tindakan tidak dilakukan

Artinya, hak ini tidak boleh dilakukan tanpa informasi yang cukup. Sama seperti Informed Consent, penolakan juga harus didasarkan pada pemahaman, bukan sekadar emosi.

➡ Baca juga: Informed Consent: Hak Pasien dan Dasar Hukumnya

Dasar Hukum Informed Refusal di Indonesia

Hak menolak tindakan medis diatur dalam:
✅ Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
✅ Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit
✅ Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

UU Kesehatan menegaskan bahwa setiap pasien berhak menolak sebagian atau seluruh tindakan medis, kecuali dalam keadaan tertentu seperti gawat darurat atau penyakit menular yang mengancam orang lain.

Kapan Pasien Berhak Menolak Tindakan Medis?

Pasien bisa menolak jika:
✔ Tidak setuju dengan prosedur yang diusulkan setelah mendapat penjelasan lengkap.
✔ Ingin mencari second opinion.
✔ Memiliki alasan pribadi, keyakinan agama, atau kondisi khusus.

Namun, tidak semua penolakan bisa diterima. Dalam situasi darurat medis, dokter boleh melakukan tindakan untuk menyelamatkan nyawa pasien.

➡ Baca juga: Hak-Hak Pasien dalam Pelayanan Kesehatan

Risiko Hukum Jika Menolak Tindakan Medis

Menolak tindakan medis bukan tanpa risiko. Beberapa konsekuensi yang perlu diketahui:

  • Kondisi pasien bisa memburuk.

  • Pasien tidak bisa menuntut dokter atas akibat penolakan jika sudah menandatangani formulir penolakan.

  • Jika pasien menolak tanpa dasar hukum yang kuat, bisa timbul masalah etik.

Dokter wajib mencatat penolakan pasien dalam rekam medis dan minta pasien menandatangani formulir Informed Refusal.

Contoh Kasus Nyata

Seorang pasien menolak transfusi darah karena alasan agama. Dokter memberikan penjelasan lengkap, namun pasien tetap menolak dan menandatangani formulir penolakan. Ketika kondisi pasien memburuk, rumah sakit tidak dapat dipersalahkan secara hukum karena prosedur telah sesuai.

Bagaimana Prosedur Informed Refusal yang Benar?

  1. Dokter memberi penjelasan lengkap tentang tindakan medis dan konsekuensinya.

  2. Pasien memahami risiko jika tindakan tidak dilakukan.

  3. Pasien menandatangani formulir penolakan (bagian dari rekam medis).

  4. Rumah sakit menyimpan dokumen untuk perlindungan hukum.

➡ Baca juga: Hospital By-Laws: Penting untuk Rumah Sakit

Apakah Informed Refusal Berlaku di Telemedicine?

Ya, bahkan dalam konsultasi online, pasien tetap berhak menolak tindakan lanjutan. Dokter harus menyampaikan risiko dengan jelas, termasuk jika pasien menolak rujukan ke fasilitas kesehatan.

➡ Baca juga: Risiko Hukum Telemedicine dan Konsultasi Online

Perbedaan Informed Consent dan Informed Refusal

Infografis Informed Consent vs. Informed Refusal - Ilustrasi oleh Integra Justitia Mundi

Aspek
Informed Consent (Persetujuan)Informed Refusal (Penolakan)
       Tujuan            Setuju tindakan medis              Menolak tindakan medis
     Dokumen            Formulir persetujuan              Formulir penolakan
Risiko Hukum        Dokter bisa dituntut jika tanpa consent        Dokter aman jika ada bukti penolakan

➡ Baca juga: Malpraktik Medis: Definisi, Contoh, dan Proses Hukum

Kesimpulan

Menolak tindakan medis adalah hak pasien. Namun, keputusan ini harus didasarkan pada informasi lengkap agar tidak merugikan diri sendiri. Pastikan semua prosedur dijalankan sesuai hukum agar pasien dan tenaga medis sama-sama terlindungi.


📌 Tertarik Memiliki Checklist Informed Consent + Hak Pasien Rawat Inap?

Dapatkan kedua checklist-nya beserta e-book premium dan produk digital lainnya melalui lynk.id:
👉 Klik di sini untuk akses produk digital

Ilustrasi pembelian produk digital
Pembelian Produk Digital - Integra Justitia Mundi


Referensi Resmi


Tips Tambahan

✔ Simpan checklist ini sebelum rawat inap agar tidak melewatkan hak Anda.
✔ Laporkan jika ada pelanggaran melalui pengaduan resmi rumah sakit atau Dinas Kesehatan.
✔ Ingat, checklist ini adalah panduan umum, bukan pengganti nasihat hukum.


Ditulis oleh: Tasya - Mediator Bersertifikat & Edukator Hukum Kesehatan
Instagram: @justitiamundi
Kontak: integrajustitiamundi@gmail.com
Blog: Integra Justitia Mundi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UU No. 17 Tahun 2023: Apa yang Berubah di Sektor Kesehatan?

Risiko Hukum Telemedicine dan Konsultasi Online: Apa yang Harus Diketahui Tenaga Medis dan Pasien?

Hospital By-Laws: Penting untuk Rumah Sakit